Penderita sakit ginjal, Wasino (34), terlihat tengah berada di atas tempat tidurnya. Pria warga Lingkungan Jatibedug RT 4 RW III, Kelurahan Punduhsari, Kecamatan Manyaran ini sejak sepuluh hari ini praktis tidak bisa bekerja apapun. Untuk sekadar berjalan dia harus dengan tongkat dari kayu hasil buatan sendiri.
Di dalam rumah berdinding anyaman bambu berukuran sekitar 3,5 x 9 meter itu, Wasino tinggal sendirian. Ia pulang ke rumah sejak empat tahun lalu yang sebelumnya tinggal di rumah mertuanya di Kalikatir Selogiri. Ia pulang karena menderita enzim basah pada bagian kaki hingga bawah lutut. Namun kini penyakit enzim basah telah sembuh dan baru sekitar sepuluh hari ini dinyatakan dokter mengalami gejala ginjal. Dia terkadang merintih kesakitan karena rasa panas di bagian perutnya.
Wajah Wasino menggelembung akibat ginjalnya yang sakit dan matanya hampir tertutup. Sejak satu hari belakangan, dia juga mengalami sesak napas dan batuk. “Istri saya ke sini hanya sebentar. Itu pun tidak mesti datang. Dia di rumah orangtuanya di Selogiri,” kata bapak dua anak ini, Senin (6/6).
Sejak sepuluh hari pula, praktis makan dan minum serta mencuci pakaian dilakukan oleh kakaknya, Sutarni (48), yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Kakaknya hanya bisa membantu semampunya untuk biaya periksa. “Diperiksakan juga kalau rasa sakitnya kambuh. Kalau tidak ya tidak. Kami empat bersaudara tapi yang dua di luar kota. Saya sendiri juga punya keluarga jadi tidak bisa penuh menjaga adik saya,” katanya.
Saat ditanya apakah istrinya tidak mau menunggui dirinya jika dirawat di rumah sakit menjawab dengan nada berat sambil mengusap mukanya. “Apa mau mas, dia nggak mau,” katanya tanpa menjelaskan apa alasannya.
Tidak ada saudara yang bisa menunggui di rumah sakit ini pula yang membuatnya tidak opname bahkan istrinya sekalipun. Masih ditambah dengan keadaan ekonominya yang jauh dari cukup. “Untuk biaya sehari-hari ikut kakak saya. Bagaimana sudah tidak bisa bekerja. Beberapa dari donatur,” tambahnya.
Di dalam rumah berdinding anyaman bambu berukuran sekitar 3,5 x 9 meter itu, Wasino tinggal sendirian. Ia pulang ke rumah sejak empat tahun lalu yang sebelumnya tinggal di rumah mertuanya di Kalikatir Selogiri. Ia pulang karena menderita enzim basah pada bagian kaki hingga bawah lutut. Namun kini penyakit enzim basah telah sembuh dan baru sekitar sepuluh hari ini dinyatakan dokter mengalami gejala ginjal. Dia terkadang merintih kesakitan karena rasa panas di bagian perutnya.
Wajah Wasino menggelembung akibat ginjalnya yang sakit dan matanya hampir tertutup. Sejak satu hari belakangan, dia juga mengalami sesak napas dan batuk. “Istri saya ke sini hanya sebentar. Itu pun tidak mesti datang. Dia di rumah orangtuanya di Selogiri,” kata bapak dua anak ini, Senin (6/6).
Sejak sepuluh hari pula, praktis makan dan minum serta mencuci pakaian dilakukan oleh kakaknya, Sutarni (48), yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Kakaknya hanya bisa membantu semampunya untuk biaya periksa. “Diperiksakan juga kalau rasa sakitnya kambuh. Kalau tidak ya tidak. Kami empat bersaudara tapi yang dua di luar kota. Saya sendiri juga punya keluarga jadi tidak bisa penuh menjaga adik saya,” katanya.
Saat ditanya apakah istrinya tidak mau menunggui dirinya jika dirawat di rumah sakit menjawab dengan nada berat sambil mengusap mukanya. “Apa mau mas, dia nggak mau,” katanya tanpa menjelaskan apa alasannya.
Tidak ada saudara yang bisa menunggui di rumah sakit ini pula yang membuatnya tidak opname bahkan istrinya sekalipun. Masih ditambah dengan keadaan ekonominya yang jauh dari cukup. “Untuk biaya sehari-hari ikut kakak saya. Bagaimana sudah tidak bisa bekerja. Beberapa dari donatur,” tambahnya.
0Awesome Comments!