Bendungan Plumbon di Desa Puloharjo, Kecamatan Eromoko kini dalam kondisi kritis. Dinding penghalangnya retak-retak dan jika terjadi hujan ekstrem, bendungan ini berisiko bobol dan mengancam tiga desa.
Pemerintah kecamatan melalui Pemkab Wonogiri telah berupaya mengusulkan bantuan untuk perbaikan total bendungan itu. Upaya itu telah membuahkan hasil dan hampir dipastikan tahun 2012 mendatang pengerjaan perbaikan sudah bisa dilakukan. “Baru saja kami dari Kantor Lingkungan Hidup mengadakan rapat dengan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo dan konsultan untuk membahas hal teknis berkaitan dengan rencana remedial Bendungan Plumbon,” ungkap Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Wonogiri, Sri Wahyu Widayat, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (8/6/2011).
Wahyu mengaku tidak tahu persis anggaran yang dialokasikan pemerintah pusat untuk perbaikan bendungan itu, namun dia mengatakan akhir tahun ini pengerjaan proyek itu sudah akan dilelang dan tahun 2012 dilanjutkan dengan pengerjaan fisik. Perbaikan bendungan itu dinilai sangat mendesak sehingga direspons dengan cepat oleh pemerintah pusat.
Ditemui terpisah, Camat Eromoko, Tarmanto membenarkan kondisi kritis Bendungan Plumbon. Menurutnya, selain sedimentasi yang sudah menumpuk sehingga mengurangi kapasitas daya tampung air, dinding penghalang yang bagian atasnya dipakai untuk lalu lintas orang dan kendaraan juga sudah retak-retak.
“Panjang dinding yang retak-retak itu mencapai sekitar 33 meter. Memang cukup mengkhawatirkan, bisa-bisa bernasib seperti Situ Gitung. Ada 2-3 desa yang bisa terkena imbasnya jika itu terjadi,” kata Tarmanto.
Karena itulah, Tarmanto mengatakan perbaikan bendungan itu mendesak dilakukan. Selain perbaikan dinding penghalang yang retak-retak, dan perbaikan saluran primer, perlu dibuat pula jalan alternatif agar warga yang hendak ke sawah tak lagi memanfaatkan jalan di atas dinding penghalang bendungan. Sedangkan untuk pengerukan sedimentasi, menurut Tarmanto, masih ada kendala berupa ketersediaan lahan untuk menampung hasil kerukan sedimen.
Bendungan Plumbon merupakan satu di antara tiga bendungan di Eromoko. Bendungan ini diperkirakan dibangun pada masa penjajahan Belanda. Volume efektif tampungan air bendungan ini mencapai 0,54 juta meter kubik dan digunakan untuk keperluan irigasi areal persawahan seluas kurang lebih 1.045 hektare.
Menurut Tarmanto, ada empat desa/kelurahan yang selama ini memanfaatkan air Bendungan Plumbon untuk mengairi sawah, yakni Puloharjo, Ngadirejo, Minggarharjo dan Tegalharjo. “Jadi keberadaan bendungan ini memang sangat dibutuhkan oleh warga dan kami sangat senang karena pemerintah pusat cepat merespons,” kata Tarmanto.
Pemerintah kecamatan melalui Pemkab Wonogiri telah berupaya mengusulkan bantuan untuk perbaikan total bendungan itu. Upaya itu telah membuahkan hasil dan hampir dipastikan tahun 2012 mendatang pengerjaan perbaikan sudah bisa dilakukan. “Baru saja kami dari Kantor Lingkungan Hidup mengadakan rapat dengan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo dan konsultan untuk membahas hal teknis berkaitan dengan rencana remedial Bendungan Plumbon,” ungkap Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Wonogiri, Sri Wahyu Widayat, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (8/6/2011).
Wahyu mengaku tidak tahu persis anggaran yang dialokasikan pemerintah pusat untuk perbaikan bendungan itu, namun dia mengatakan akhir tahun ini pengerjaan proyek itu sudah akan dilelang dan tahun 2012 dilanjutkan dengan pengerjaan fisik. Perbaikan bendungan itu dinilai sangat mendesak sehingga direspons dengan cepat oleh pemerintah pusat.
Ditemui terpisah, Camat Eromoko, Tarmanto membenarkan kondisi kritis Bendungan Plumbon. Menurutnya, selain sedimentasi yang sudah menumpuk sehingga mengurangi kapasitas daya tampung air, dinding penghalang yang bagian atasnya dipakai untuk lalu lintas orang dan kendaraan juga sudah retak-retak.
“Panjang dinding yang retak-retak itu mencapai sekitar 33 meter. Memang cukup mengkhawatirkan, bisa-bisa bernasib seperti Situ Gitung. Ada 2-3 desa yang bisa terkena imbasnya jika itu terjadi,” kata Tarmanto.
Karena itulah, Tarmanto mengatakan perbaikan bendungan itu mendesak dilakukan. Selain perbaikan dinding penghalang yang retak-retak, dan perbaikan saluran primer, perlu dibuat pula jalan alternatif agar warga yang hendak ke sawah tak lagi memanfaatkan jalan di atas dinding penghalang bendungan. Sedangkan untuk pengerukan sedimentasi, menurut Tarmanto, masih ada kendala berupa ketersediaan lahan untuk menampung hasil kerukan sedimen.
Bendungan Plumbon merupakan satu di antara tiga bendungan di Eromoko. Bendungan ini diperkirakan dibangun pada masa penjajahan Belanda. Volume efektif tampungan air bendungan ini mencapai 0,54 juta meter kubik dan digunakan untuk keperluan irigasi areal persawahan seluas kurang lebih 1.045 hektare.
Menurut Tarmanto, ada empat desa/kelurahan yang selama ini memanfaatkan air Bendungan Plumbon untuk mengairi sawah, yakni Puloharjo, Ngadirejo, Minggarharjo dan Tegalharjo. “Jadi keberadaan bendungan ini memang sangat dibutuhkan oleh warga dan kami sangat senang karena pemerintah pusat cepat merespons,” kata Tarmanto.
0Awesome Comments!