Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Ar Risalah, Laweyan, Solo, tidak mau hormat Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, saat upacara hari Senin. Sementara itu, sekolah Al Irsyad di Karanganyar telah menyanggupi untuk menggelar upacara.
Kepala SDIT Ar Risalah, Arif Yulianto, Kamis (9/6), mengatakan, sekolah yang dipimpinnya sudah membuat aturan yang ditetapkan sejak sekolah berdiri, bahwa sekolah tidak mewajibkan semua pengajar dan siswanya hormat bendera dan menyayikan lagu Indonesia Raya saat upacara.
”Kita mungkin punya pemahaman awal yang berbeda mengenai masalah ini. Sebagai umat Islam, kita wajib menjalankan syariat sesuai dengan apa yang kita yakini benar adanya,” ujar Arif Yulianto, kepada Joglosemar, kemarin.
Hanya saja, Arif tidak mau menyebut, alasan pihak sekolah tidak mau hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, karena tidak sesuai syariat Islam. ”Kita cuma beda pemahaman saja,” ujarnya.
Upacara yang dilakukan sekolah, katanya, memang berbeda dengan sekolah pada umumnya. ”Setiap Senin sekolah tetap mengumpulkan seluruh siswa ke lapangan halaman sekolah untuk upacara, tapi tidak dengan mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya,” ujarnya.
Upacara yang digelar, lanjut dia, hanya sederhana, yakni semua siswa berkumpul, kemudian berdoa, setelah itu upacara selesai. Dalam upacara itu, juga tidak membaca teks Pancasila dan UUD 1945. ”Jumlah siswa kami 660 anak, semua upacara, tapi beda. Dan kami punya hak untuk berbeda,” katanya.
Meski dalam upacara tidak melaksanakan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Arif, mengatakan, sekolah itu pernah mengibarkan bendera.
”Dulu pernah kibarkan bendera, tapi jarang. Kalau terakhir menyanyikan lagu Indonesia Raya, kapannya, saya lupa,” kata Arif.
Perbedaan yang ada di sekolah itu, menurutnya, bukan berarti pihak sekolah tidak nasionalis. ”Nasionalisme tidak harus ditunjukkan dengan hormat kepada bendera. Kami tetap mengajarkan ilmu-ilmu standar seperti Pendidikan Kewarganegaraan, bahasa dan lainya,” ujarnya. Menurutnya, lagu Indonesia Raya, memang tidak dimasukkan dalam mata pelajaran musik di kurikulum pendidikan mereka.
Aturan yang berbeda dengan sekolah pada umumnya itu, diakuinya, pernah muncul pro-kontra di kalangan wali murid. ”Masalah ini sudah kita sampaikan di awal kepada setiap walimurid. Setiap tahun memang ada pro-kontra di kalangan walimurid, tapi kami tetap akan memberikan penjelasan kepada mereka tentang tata cara yang ada di SD kita,” jelasnya.
Arif juga mengklaim, aturan itu sudah diketahui dinas terkait. ”Dinas terkait sudah memahami masalah ini, jadi tidak pernah ada masalah. Saya harap media juga bisa menjadi mediator akan adanya pro-kontra mengenai masalah ini,” terangnya.
Sementara itu, salah satu siswa SDIT Ar Risalah, Hudza (8), saat diminta melafalkan lagu Indonesia Raya, kebingungan. Siswa kelas I, itu mengatakan, belum pernah diajarkan menyanyikan lagu kebangsaan tersebut. ”Saya tidak tahu lagu itu. Selama ini kami dan kawan-kawan tidak pernah diajarkan,” ujarnya sambil bermain dengan teman sekelasnya.
Bersedia Upacara
Terpisah, di Karanganyar, tim dari Kementerian Agama (Kemenag) Karanganyar mendatangi sekolah Al Irsyad. Dari hasil pertemuan sekitar satu jam itu, Kepala Sekolah Al Irsyad, Sutardi akhirnya menyatakan kesediaannya untuk melaksanakan upacara bendera.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Karanganyar Juhdi Amin. ”Kita sudah mendapatkan kesepahaman, tetapi kami masih berbeda pandangan. Nanti akan kami diskusikan lagi,” kata Juhdi kepada wartawan.
Ketua PP Al Irsyad Al Islamiyah Surakarta, Haydar Ahmad Sungkar, dalam rilisnya, kemarin, kasus yang terjadi di Karanganyar, tidak bisa disamakan dengan pendapat keseluruhan Al Irsyad. Penolakan hormat bendera Merah Putih di Karanganyar, katanya, merupakan pendapat pribadi kepala sekolah setempat, Sutardi. ”Kami Al Irsyad Al Islamiyah Surakarta tidak sependapat dengan pernyataan saudara Sutardi,” katanya.
Kepala SDIT Ar Risalah, Arif Yulianto, Kamis (9/6), mengatakan, sekolah yang dipimpinnya sudah membuat aturan yang ditetapkan sejak sekolah berdiri, bahwa sekolah tidak mewajibkan semua pengajar dan siswanya hormat bendera dan menyayikan lagu Indonesia Raya saat upacara.
”Kita mungkin punya pemahaman awal yang berbeda mengenai masalah ini. Sebagai umat Islam, kita wajib menjalankan syariat sesuai dengan apa yang kita yakini benar adanya,” ujar Arif Yulianto, kepada Joglosemar, kemarin.
Hanya saja, Arif tidak mau menyebut, alasan pihak sekolah tidak mau hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, karena tidak sesuai syariat Islam. ”Kita cuma beda pemahaman saja,” ujarnya.
Upacara yang dilakukan sekolah, katanya, memang berbeda dengan sekolah pada umumnya. ”Setiap Senin sekolah tetap mengumpulkan seluruh siswa ke lapangan halaman sekolah untuk upacara, tapi tidak dengan mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya,” ujarnya.
Upacara yang digelar, lanjut dia, hanya sederhana, yakni semua siswa berkumpul, kemudian berdoa, setelah itu upacara selesai. Dalam upacara itu, juga tidak membaca teks Pancasila dan UUD 1945. ”Jumlah siswa kami 660 anak, semua upacara, tapi beda. Dan kami punya hak untuk berbeda,” katanya.
Meski dalam upacara tidak melaksanakan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Arif, mengatakan, sekolah itu pernah mengibarkan bendera.
”Dulu pernah kibarkan bendera, tapi jarang. Kalau terakhir menyanyikan lagu Indonesia Raya, kapannya, saya lupa,” kata Arif.
Perbedaan yang ada di sekolah itu, menurutnya, bukan berarti pihak sekolah tidak nasionalis. ”Nasionalisme tidak harus ditunjukkan dengan hormat kepada bendera. Kami tetap mengajarkan ilmu-ilmu standar seperti Pendidikan Kewarganegaraan, bahasa dan lainya,” ujarnya. Menurutnya, lagu Indonesia Raya, memang tidak dimasukkan dalam mata pelajaran musik di kurikulum pendidikan mereka.
Aturan yang berbeda dengan sekolah pada umumnya itu, diakuinya, pernah muncul pro-kontra di kalangan wali murid. ”Masalah ini sudah kita sampaikan di awal kepada setiap walimurid. Setiap tahun memang ada pro-kontra di kalangan walimurid, tapi kami tetap akan memberikan penjelasan kepada mereka tentang tata cara yang ada di SD kita,” jelasnya.
Arif juga mengklaim, aturan itu sudah diketahui dinas terkait. ”Dinas terkait sudah memahami masalah ini, jadi tidak pernah ada masalah. Saya harap media juga bisa menjadi mediator akan adanya pro-kontra mengenai masalah ini,” terangnya.
Sementara itu, salah satu siswa SDIT Ar Risalah, Hudza (8), saat diminta melafalkan lagu Indonesia Raya, kebingungan. Siswa kelas I, itu mengatakan, belum pernah diajarkan menyanyikan lagu kebangsaan tersebut. ”Saya tidak tahu lagu itu. Selama ini kami dan kawan-kawan tidak pernah diajarkan,” ujarnya sambil bermain dengan teman sekelasnya.
Bersedia Upacara
Terpisah, di Karanganyar, tim dari Kementerian Agama (Kemenag) Karanganyar mendatangi sekolah Al Irsyad. Dari hasil pertemuan sekitar satu jam itu, Kepala Sekolah Al Irsyad, Sutardi akhirnya menyatakan kesediaannya untuk melaksanakan upacara bendera.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Karanganyar Juhdi Amin. ”Kita sudah mendapatkan kesepahaman, tetapi kami masih berbeda pandangan. Nanti akan kami diskusikan lagi,” kata Juhdi kepada wartawan.
Ketua PP Al Irsyad Al Islamiyah Surakarta, Haydar Ahmad Sungkar, dalam rilisnya, kemarin, kasus yang terjadi di Karanganyar, tidak bisa disamakan dengan pendapat keseluruhan Al Irsyad. Penolakan hormat bendera Merah Putih di Karanganyar, katanya, merupakan pendapat pribadi kepala sekolah setempat, Sutardi. ”Kami Al Irsyad Al Islamiyah Surakarta tidak sependapat dengan pernyataan saudara Sutardi,” katanya.
0Awesome Comments!