Kasus kekerasan anak di Kota Solo hingga triwulan pertama 2011 mencapai 11 kasus. Delapan kasus di antaranya menimpa anak korban eksploitasi seksual. Hal itu dikemukakan Koordinator Divisi Layanan Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas P3A&KB) Pemkot Solo, Sumilir Widayanti kepada Espos, Minggu (22/5). Menurut Sumilir, tiga dari 11 kasus tersebut menimpa anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
”Anak itu mendapat kekerasan setelah tepergok mencuri sesuatu hingga akhirnya dia harus berurusan dengan hukum. Sebagian besar memang kasus eksploitasi seksual anak. Kemungkinan capaian 11 kasus kekerasan anak tersebut masih terus bertambah mengingat tidak semua kasus dilaporkan kepada kami,” urai Sumilir.
Sumilir menjelaskan pada 2010, angka kekerasan anak di Kota Solo mencapai 37 kasus. Tiga kasus di antaranya merupakan kekerasan fisik. Sementara sebagian besar merupakan kasus eksploitasi seksual anak.
”Pada triwulan pertama 2010 jumlahnya tidak sebanyak sekarang. Kami harus berupaya menekan agar capaian kasus kekerasan anak tahun ini tidak melampaui tahun lalu,” kata Sumilir.
Dia menambahkan upaya menekan tingginya kasus kekerasan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemkot Solo melainkan semua elemen masyarakat. Menurutnya, cara efektif untuk menekan tingginya kasus kekerasan anak adalah melalui sosialisasi kepada masyarakat. ”Edukasi terhadap masyarakat itu penting. Bagaimanapun pencegahan adalah upaya paling strategis. Edukasi kepada masyarakat bisa dilakukan siapa saja tidak harus Pemkot Solo,” kata Sumilir.
Kepala Bapermas P3A&KB, Widdi Srihanto, mengakui masih adanya kasus kekerasan yang menimpa anak-anak menjadi salah satu kendala pencapaian predikat Kota Layak Anak. Masih banyaknya anak-anak jalanan juga menjadi bagian dari kendala pencapaian predikat Kota Layak Anak.
”Sekarang predikat Kota Layak Anak itu memang belum tercapai karena masih dalam tahap pengembangan ke sana. Kami masih terus berupaya meningkatkan pemenuhan hak-hak anak dan meminimalisasi kasus kekerasan terhadap anak agar predikat Kota Layak Anak itu bisa tercapai,” katanya.
”Anak itu mendapat kekerasan setelah tepergok mencuri sesuatu hingga akhirnya dia harus berurusan dengan hukum. Sebagian besar memang kasus eksploitasi seksual anak. Kemungkinan capaian 11 kasus kekerasan anak tersebut masih terus bertambah mengingat tidak semua kasus dilaporkan kepada kami,” urai Sumilir.
Sumilir menjelaskan pada 2010, angka kekerasan anak di Kota Solo mencapai 37 kasus. Tiga kasus di antaranya merupakan kekerasan fisik. Sementara sebagian besar merupakan kasus eksploitasi seksual anak.
”Pada triwulan pertama 2010 jumlahnya tidak sebanyak sekarang. Kami harus berupaya menekan agar capaian kasus kekerasan anak tahun ini tidak melampaui tahun lalu,” kata Sumilir.
Dia menambahkan upaya menekan tingginya kasus kekerasan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemkot Solo melainkan semua elemen masyarakat. Menurutnya, cara efektif untuk menekan tingginya kasus kekerasan anak adalah melalui sosialisasi kepada masyarakat. ”Edukasi terhadap masyarakat itu penting. Bagaimanapun pencegahan adalah upaya paling strategis. Edukasi kepada masyarakat bisa dilakukan siapa saja tidak harus Pemkot Solo,” kata Sumilir.
Kepala Bapermas P3A&KB, Widdi Srihanto, mengakui masih adanya kasus kekerasan yang menimpa anak-anak menjadi salah satu kendala pencapaian predikat Kota Layak Anak. Masih banyaknya anak-anak jalanan juga menjadi bagian dari kendala pencapaian predikat Kota Layak Anak.
”Sekarang predikat Kota Layak Anak itu memang belum tercapai karena masih dalam tahap pengembangan ke sana. Kami masih terus berupaya meningkatkan pemenuhan hak-hak anak dan meminimalisasi kasus kekerasan terhadap anak agar predikat Kota Layak Anak itu bisa tercapai,” katanya.
0Awesome Comments!