Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Solo menengarai hingga saat ini ada 1.163 sambungan gelap yang tersebar di 51 kelurahan. Akibat sambungan gelap itu, PDAM mengalami kerugian senilai Rp 93 juta/bulan atau dalam perhitungan satu tahun kerugian mencapai Rp 1,1 miliar lebih.
Untuk menanggulangi maraknya sambungan gelap itu, PDAM kini melakukan step test area di Pajang. Kepala Litbang PDAM Solo, Maryanto, menuturkan penelitian mengenai sambungan gelap dilakukan kali pertama di Pucangsawit. ”Berdasarkan step test area di Pucangsawit, kami menemukan adanya kebocoran air hingga 57,19 meter kubik per hari. Khusus untuk kebocoran nonteknis mencapai 3,44 meter kubik per hari,” jelasnya kepada Espos, Minggu (22/5).
Berbeda dengan kebocoran teknis yang kebanyakan disebabkan karena kebocoran pipa, Maryanto menuturkan kebocoran nonteknis lebih disebabkan kesalahan manusia. Beberapa penyebab kebocoran nonteknis, disebutkannya, salah memasukkan data mengenai pemakaian air, sambungan ilegal, by pass dan terakhir meteran yang tidak akurat.
Sambungan gelap, sambung Maryanto, masuk dalam kategori sambungan ilegal serta by pass. ”Untuk sambungan ilegal atau sambungan liar, saya pikir sudah jelas kan. Intinya ada warga yang memasang sambungan tidak resmi atau dengan kata lain bukan sambungan PDAM. Kemudian kalau by pass, contohnya, di suatu daerah sudah ada sambungan PDAM-nya. Nah tiba-tiba ada si A yang ikut menggunakan sambungan itu,” jelasnya.
Masih mengacu kepada hasil step test area di Pucangsawit, Maryanto mengungkapkan pihaknya menemukan 11 titik kebocoran. ”Yang kami temukan sampai sekarang memang hanya tujuh titik. Dari tujuh titik, empat di antaranya merupakan titik kebocoran nonteknis,” jelasnya.
Tiga titik tersebut merupakan lokasi terjadinya kebocoran by pass dan satu titik merupakan lokasi kebocoran liar. Tindakan PDAM setelah menemukan lokasi kebocoran nonteknis adalah melakukan pencabutan sambungan.
Penelitian di Pucangsawit, sambung Maryanto, akhirnya dia komparasikan dengan jumlah pelanggan PDAM saat itu yang mencapai 52.000 orang pelanggan. Dari hasil perbandingan, Maryono menambahkan, PDAM menengarai masih ada 1.163 sambung ilegal yang tersebar di seluruh Kota Bengawan.
”Sambungan ilegal biasanya terjadi di daerah permukiman yang padat penduduk. Jadi di titik-titik seperti itu, kami biasanya mengoptimalkan step test area. Kalau sekarang ini untuk tes kami lakukan di Pajang,” jelasnya. Mengenai kerugian yang ditanggung PDAM akibat kebocoran nonteknis, sambung Maryanto, satu bulannya dapat dihitung dari perkalian jumlah perkiraan sambungan ilegal dengan biaya berlangganan. ”Saat ini perkiraan sambungan gelap ada sebanyak 1.163 sambungan. Nah, jumlah itu kemudian dikalikan dengan tarif PDAM yang nilainya mencapai Rp 80.000 untuk pemakaian rata-rata air sebanyak 20 m3 per bulan. Hasilnya tingkat kerugian mencapai Rp 93 juta/bulan,” paparnya.
Untuk menanggulangi maraknya sambungan gelap itu, PDAM kini melakukan step test area di Pajang. Kepala Litbang PDAM Solo, Maryanto, menuturkan penelitian mengenai sambungan gelap dilakukan kali pertama di Pucangsawit. ”Berdasarkan step test area di Pucangsawit, kami menemukan adanya kebocoran air hingga 57,19 meter kubik per hari. Khusus untuk kebocoran nonteknis mencapai 3,44 meter kubik per hari,” jelasnya kepada Espos, Minggu (22/5).
Berbeda dengan kebocoran teknis yang kebanyakan disebabkan karena kebocoran pipa, Maryanto menuturkan kebocoran nonteknis lebih disebabkan kesalahan manusia. Beberapa penyebab kebocoran nonteknis, disebutkannya, salah memasukkan data mengenai pemakaian air, sambungan ilegal, by pass dan terakhir meteran yang tidak akurat.
Sambungan gelap, sambung Maryanto, masuk dalam kategori sambungan ilegal serta by pass. ”Untuk sambungan ilegal atau sambungan liar, saya pikir sudah jelas kan. Intinya ada warga yang memasang sambungan tidak resmi atau dengan kata lain bukan sambungan PDAM. Kemudian kalau by pass, contohnya, di suatu daerah sudah ada sambungan PDAM-nya. Nah tiba-tiba ada si A yang ikut menggunakan sambungan itu,” jelasnya.
Masih mengacu kepada hasil step test area di Pucangsawit, Maryanto mengungkapkan pihaknya menemukan 11 titik kebocoran. ”Yang kami temukan sampai sekarang memang hanya tujuh titik. Dari tujuh titik, empat di antaranya merupakan titik kebocoran nonteknis,” jelasnya.
Tiga titik tersebut merupakan lokasi terjadinya kebocoran by pass dan satu titik merupakan lokasi kebocoran liar. Tindakan PDAM setelah menemukan lokasi kebocoran nonteknis adalah melakukan pencabutan sambungan.
Penelitian di Pucangsawit, sambung Maryanto, akhirnya dia komparasikan dengan jumlah pelanggan PDAM saat itu yang mencapai 52.000 orang pelanggan. Dari hasil perbandingan, Maryono menambahkan, PDAM menengarai masih ada 1.163 sambung ilegal yang tersebar di seluruh Kota Bengawan.
”Sambungan ilegal biasanya terjadi di daerah permukiman yang padat penduduk. Jadi di titik-titik seperti itu, kami biasanya mengoptimalkan step test area. Kalau sekarang ini untuk tes kami lakukan di Pajang,” jelasnya. Mengenai kerugian yang ditanggung PDAM akibat kebocoran nonteknis, sambung Maryanto, satu bulannya dapat dihitung dari perkalian jumlah perkiraan sambungan ilegal dengan biaya berlangganan. ”Saat ini perkiraan sambungan gelap ada sebanyak 1.163 sambungan. Nah, jumlah itu kemudian dikalikan dengan tarif PDAM yang nilainya mencapai Rp 80.000 untuk pemakaian rata-rata air sebanyak 20 m3 per bulan. Hasilnya tingkat kerugian mencapai Rp 93 juta/bulan,” paparnya.
0Awesome Comments!