Operasi penggrebekan sarang teroris yang kerap kali dilakukan oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri dinilai sudah menimbulkan kegelisahan masyarakat. Apalagi pascatewasnya, pedagang angkringan, Nur Iman, yang menjadi korban saat beku tembak antara tim Densus 88 dan teroris di Sukoharjo, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, istri para teroris di Depok juga mengaku mendapatkan perlakuan kasar saat rumah mereka digeledah oleh tim Densus 88. Salah satunya dengan mengunci mereka di kamar ataupun menodongkan senjata api.
Menanggapi hal itu, Pengamat Terorisme Universitas Indonesia (UI) Andi Wijayanto menilai tim Densus 88 bisa saja disebut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Seharusnya, kata dia, para istri teroris bisa melaporkan hal itu sebagai pelanggaran HAM.
“Penggerebekan teroris adalah operasi intelejen, ketertutupan jadi syarat utama, jadi tak perlu surat penangkapan. Namun, mereka bisa jadi melanggar HAM, para istri teroris bisa diberikan kesempatan untuk melaporkan," katanya dalam Seminar Terorisme Pasca Kematian Osama Bin Laden di Kampus UI, Depok, Rabu (25/05/11).
Andi menambahkan, perilaku Densus 88 yang seperti itu pasti akan menimbulkan dendam di hati keluarga. Dan tentunya akan menimbulkan bibit teroris baru.
“Tidak hanya saat ditangkap, apa yang terjadi pada istri dan anak setelah suami ditangkap tak diperhatikan negara, justru akan menjadi bibit-bibit baru," tegasnya.
Selain itu, ia meyakini bahwa internal Densus 88 pasti sudah melakukan pengawasan terkait mekanisme penggerebekan terorisme. Salah satunya dengan menerapkan sanksi internal.
“SOP nomor 1, pasti tak bahayakan Densus, lalu sterilisasi amankan warga, kalau tidak steril, harusnya penggerebekan dibatalkan, saat ini pengawasan internal provost, saya pikir kalau kegelisahan muncul di masyarakat, pengawasan harus dipikirkan, sanski internal pasti dilakukan misalnya anggota Densus digeser atau dimutasi," tandasnya.
Tak hanya itu, istri para teroris di Depok juga mengaku mendapatkan perlakuan kasar saat rumah mereka digeledah oleh tim Densus 88. Salah satunya dengan mengunci mereka di kamar ataupun menodongkan senjata api.
Menanggapi hal itu, Pengamat Terorisme Universitas Indonesia (UI) Andi Wijayanto menilai tim Densus 88 bisa saja disebut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Seharusnya, kata dia, para istri teroris bisa melaporkan hal itu sebagai pelanggaran HAM.
“Penggerebekan teroris adalah operasi intelejen, ketertutupan jadi syarat utama, jadi tak perlu surat penangkapan. Namun, mereka bisa jadi melanggar HAM, para istri teroris bisa diberikan kesempatan untuk melaporkan," katanya dalam Seminar Terorisme Pasca Kematian Osama Bin Laden di Kampus UI, Depok, Rabu (25/05/11).
Andi menambahkan, perilaku Densus 88 yang seperti itu pasti akan menimbulkan dendam di hati keluarga. Dan tentunya akan menimbulkan bibit teroris baru.
“Tidak hanya saat ditangkap, apa yang terjadi pada istri dan anak setelah suami ditangkap tak diperhatikan negara, justru akan menjadi bibit-bibit baru," tegasnya.
Selain itu, ia meyakini bahwa internal Densus 88 pasti sudah melakukan pengawasan terkait mekanisme penggerebekan terorisme. Salah satunya dengan menerapkan sanksi internal.
“SOP nomor 1, pasti tak bahayakan Densus, lalu sterilisasi amankan warga, kalau tidak steril, harusnya penggerebekan dibatalkan, saat ini pengawasan internal provost, saya pikir kalau kegelisahan muncul di masyarakat, pengawasan harus dipikirkan, sanski internal pasti dilakukan misalnya anggota Densus digeser atau dimutasi," tandasnya.
0Awesome Comments!